KAMMINEWS.COM , Makassar – Ketua KAMMI Wilayah Sulsel, Ahmad Akbar mendesak kepada Penyidik Direktorat Polisi Perairan (Polair) Kepolisia...
KAMMINEWS.COM, Makassar – Ketua KAMMI Wilayah Sulsel, Ahmad Akbar mendesak kepada Penyidik Direktorat Polisi Perairan (Polair) Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan untuk melakukan penangguhan penahanan terhadap nelayan Kodingareng, Daeng Manre, terkait perusakan uang rupiah.
Menurut Akbar, motif dalam kasus dugaan pengrusakan uang rupiah yang dilakukan Daeng Manre bukanlah karena merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara. Tetapi, sebagai bentuk kekecewaan dan simbol perlawanan terhadap upaya penambangan yang merusak Pulau kodingareng.
“Semua nelayan menghargai negeri kita tercinta ini. Tanah dimana mereka hidup dan merdeka sebagai Nelayan. Namun yang mereka sesali ialah bagaimana mungkin penambangan pasir dilakukan di wilayah tangkap nelayan yang akhirnya meminimalkan bahkan meniadakan hasil tangkap mereka,” ungkap Akbar, Rabu, 19 Agustus 2020.
“Kami turut merayakan Hari Kemerdekaan di Pulau Kodingareng Lompo. Nelayan bersuka cita dengan peringatan hari kemerdekaan, namun kecewa terhadap tersingkirnya mereka dari area mata pencaharian mereka,” jelasnya.
Akbar mengatakan, nyatanya harus diakui bahwa Kasus Daeng Manre hanyalah rangkaian akibat dari penyebab kasus perusakan.
“Penyebabnya karena warga merasa dikhianati oleh pemerintah yang seolah bungkam terkait hak mereka sebagai nelayan yang memiliki wilayah tangkap yang kini harus hilang karena tambang pasir,” ujarnya.
Akbar menambahkan bahwa pengurus KAMMI Sulsel telah melakukan observasi dan pengkajian terkait kasus nelayan Kodingareng dan Royal Boskalis, perusahaan penambang pasir laut untuk proyek reklamasi Makassar New Port.
Hasilnya, kata dia, adalah kepentingan nelayan dan kepentingan pembangunan harus memperoleh titik temu.
BACA JUGA: Bersama Warga KAMMI Menolak Penggusuran Pasar Segiri Samarinda
Menurutnya, Proyek Nasional memang harus berjalan. Namun jangan sampai hak-hak nelayan untuk mencari penghidupan tidak dipedulikan.
Oleh karenanya, kata Akbar, nelayan kodingareng harus mendapatkan perhatian dari Pemerintah dan diberikan ruang secara luas untuk menyuarakan hak mereka.
“Sudah saatnya nelayan didengar. Sudah cukup tersiksa mereka karena tidak dapat hasil tangkap di musim penangkapan karena tambang pasir. Belum lagi, mereka telah melakukan aksi 2 hari Nonstop di depan Kantor Gubernur dan serangkaian aksi lainnya. Sehingga KAMMI juga akan turut aksi, jika tak ada upaya positif dari pemerintah dan penegak hukum terkait kasus yang menimpa Nelayan Kodingareng,” ujarnya.
Senada dengan Akbar, Muhammad Faisal Tanjung, Wasekjed KAMMI Sulsel pun mendorong agar Pemerintah lebih memprioritaskan kepentingan rakyat kecil dibandingkan kepentingan korporasi.
Apalagi, kata Faisal, selain potensi hilangnya sumber mata pencaharian, penambangan ini juga berpotensi menimbulkan abrasi Pulau Kodingareng.
“Pemerintah harus mewujudkan amanat konstitusi yakni melindungi rakyat Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, bukan melindungi korporasi yang berpotensi merusak ladang penghidupan masyarakat Pulau Kodingareng,” tutupnya. (*)